Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

14 November 2017

Ekranisasi: Menelan Imajinasi Para Pekerja Film

November 14, 2017 0
Belakangan ini, istilah ekranisasi mulai banyak dikenal orang terutama di kalangan mahasiswa dan pengkaji karya sastra.  Fenomena itu muncul seiring dengan semakin banyaknya karya-karya sastra yang diadaptasi dalam bentuk film.  Seperti novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburahman, Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, Rectoverso karya Dee, Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, dan yang terbaru adalah Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono.

Baca selengkapnya ...

19 Januari 2014

"Kereta Malam" dan "Oplosan" dalam Panggung Musikalisasi Puisi

Januari 19, 2014 0
      SEMARANG, majasonline.com-Pentas Midnight Band memecah suasana pada hari terakhir Gelar Karya Musikalisasi Puisi 2014.  Midnight membawakan lagu “Kereta Malam” dan “Oplosan” versi YKS di akhir penampilannya.  Suasana semakin meriah dengan turut berpartisipasinya para penonton, panitia dan dosen yang ikut berjoget ala Caesar di atas panggung.  Selengkapnya.....

18 Januari 2014

Musikalisasi Puisi di Awal Liburan Semester

Januari 18, 2014 0
      SEMARANG- Sebanyak 14 karya musikalisasi puisi telah ditampilkan di atas panggung gedung B6 FBS Unnes hari ini.  Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Negeri Semarang selama dua hari (18-19/1) ini akan melangsungkan ujian akhir semester mata kuliah ekspresi lisan sastra berupa penampilan 29 karya musikalisasi puisi.  "Sebanyak 14 karya musikalisasi puisi akan tampil hari ini" begitu kata Nungki selaku MC pada acara tersebut.  Sedangkan sisanya (15 karya) akan tampil di keesokan harinya.
     Gelar Karya Musikalisasi Puisi (GKMP) 2014 kali ini terkesan berbeda dengan tahun-tahun kemarin.  Tahun ini pertunjukan di konsep lebih meriah dengan menggunakan gedung B6 yang memang di desain khusus untuk pertunjukan musik.  Persiapan dan publikasi juga telah dilakukan oleh panitia sejak jauh-jauh hari.
     Rokayati selaku kru kelompok Pena yang tampil dengan nomor urut 8 mengatakan bahwa GKMP kali ini dinilai belum matang, dalam penampilan masih banyak konsep yang bertabrakan peran sehingga membingungkan penonton.  "Untuk kedepannya semoga persiapan sebelum pentas bisa lebih matang lagi."  tambahnya.
     "Banyak yang kreatif.  Tidak hanya sekadar menyanyi, banyak juga yang berteatrikal dan menggunakan properti yang lain."  Begitu tutur Maulida Azkia Rahmawati selaku mahasiswa PBSI yang juga mempersiapkan diri untuk penampilannya.  Maulida menambahkan "Sepertinya lebih meriah lagi jika dilaksanakan pada malam hari."
     Sementara itu di waktu yang lain, Zulfa Fahmy selaku dosen pengampu mata kuliah ekspresi lisan sastra menuturkan "GKMP tahun ini sengaja diadakan siang hari mengingat begitu banyak kelompok yang akan tampil.  Jika diadakan pada malam hari, waktunya terlalu sempit."
    Selain mahasiswa peserta ujian, ada pula kelompok musik dan sastra lainnya juga turut memeriahkan acara tersebut.  Di antaranya Midnight Band, Juli, Saskustik, Laboratorium Teater Usmar Ismail dan Sasindo 2012. (Enggang)

13 Januari 2014

Katanya Kau Seorang Plagiator

Januari 13, 2014 0
    Bagi para peneliti sastra khususnya bidang sastra bandingan tentu sudah tidak asing lagi dengan buku setebal 238 halaman karya Muhidin M. Dahlan yang berjudul "Aku Mendakwa Hamka Plagiat.  Atau mungkin pembelaan H.B. Jassin dalam mengembalikan nama baik Chairil Anwar sebagai Pelopor Angkatan 45 yang juga sempat dituduh sebagai plagiator.  Kasus plagiarisme kesusastraan Indonesia memang tak ada habisnya menimbulkan polemik di setiap perbincangan sastra.  Terlebih lagi apabila plagiarisme menyeret nama sastrawan besar seperti Buya Hamka, Chairil Anwar dan yang baru-baru ini adalah A. Fuadi yang menulis novel "Negeri 5 Menara".

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan.  Sedangkan plagiarisme adalah penjiplakan yang melanggar hak cipta.  Permasalahannya adalah sejauh mana sebuah karya sastra itu dapat dikatakan sebagai karya sastra plagiat atau jiplakan?

   Buya Hamka atau Haji Abdul Malik Karim Amrullah pernah dikatakan sebagai plagiator atas novel "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck".  Muhidin juga mengatakan bahwa Hamka telah menjiplak karya Mustafa al-Manfaluthi yang berjudul "Magdalaine" kedalam sebuah film berjudul "Dumu El-Hub".  Dalam hal ini, H.B. Jassin mengungkapkan "Memang ada kemiripan plot, ada pikiran- pikiran dan gagasan-gagasan yang mengingatkan kepada "Magdalena", tetapi ada pengungkapan sendiri, pengalaman sendiri, permasalahan sendiri. Sekiranya ada niat pada Hamka untuk menyadur "Magdalena" Manfaluthi, kepandaiannya melukiskan lingkungan masyarakat dan menggambarkan alam serta manusianya, kemahirannya melukiskan seluk-beluk adat istiadat serta keahliannya membentangkan latar belakang sejarah masyarakat Islam di Minangkabau, mengangkat ceritanya itu jadi ciptaan Hamka sendiri….”  H.B. Jassin juga menambahkan ”Anasir pengalaman sendiri dan pengungkapan sendiri demikian kuat, hingga tak dapat orang bicara tentang jiplakan, kecuali kalau tiap hasil pengaruh mau dianggap jiplakan. Maka, adalah terlalu gegabah untuk menuduh Hamka plagiat seperti meneriaki tukang copet di Senen.”

   Selain Hamka, penyair besar Indonesia juga pernah tersandung kasus plagiat.  Beberapa puisi Chairil Anwar dikatakatan sebagai puisi jiplakan.  Di antaranya adalah puisi "Karawang Bekasi" yang dikatakan sebagai jiplakan puisi "The Young Dead Soldier" karya Archibald Macleish.  Lagi-lagi Jassin sebagai pengamat sastra dengan julukan Paus Sastra Indonesia ini mengungkapkan pembelaan pada Chairil Anwar dalam bukunya yang berjudul "Chairil Anwar: Pelopor Angkatan 45".


    H.B. Jassin mengatakan "Pada hemat saya sekalipun misalnya ditemui semua hasil-hasil Chairil Anwar plagiat, tak dapat disangkl bahwa lepas dari soa itu, ia sebagai penerjemah, masih berjasa telah memperbarui persajakan Indonesia sesudah perang yang nyata lain dari yang tercapai sebelum perang.  Jelas kepeloporannya dalam hal ini da yang lebih penting lagi ialah pengakuan yag berupa pengaruh pada aktivitas penciptaan dan pernyataan tokoh-tokoh lain dalam apa yang disebut angkatan 45 dan penyair-prenyair yang datang kemudian.  dan teranglah bahwa kecuali menerjemahkan Chairil juga telah memberikan sajak-sajak asli."  Maksud dari kalimat "...semua hasil-hasil Chairi Anwar plagiat." bukan berarti semata-mata puisi Chairil seluruhnya adalah jipalakan melainkan mengacu pada ungkapan Jassin yang lainnya "Memang ada persamaan ide dan persamaan nafas, tapi apakah gambaran Chairil Anwar tidak seratus persen kita rasakan sebagai khas Indonesia sebagai khas milik bangsa yang tergugah kesadarannya?  Semangatnya, suasananya, ungkapannya, berdiri dengan keistimewaannya sendiri di depan kita."

   Dalam buku yang sama, Jassin menegaskan bahwa Chairil telah menulis 72 sajak asli (1 dalam bahasa Belanda), 2 sajak saduran, 11 sajak terjemahan, 7 prosa asli (1 dalam bahasa Belanda) dan 4 prosa terjemahan, sama sekali jadi 96 tulisan.  Di sana tidak ada satupun karya plagiat seperti yang dituduhkan banyak orang.  Lalu apakah definisi plagiat menurut Jassin berbeda dari definisi yang dianut banyak orang?

    Prof. Dr. A. Teew mengatakan, "Karya sastra tercipta tidak dalam kekosongan".  Hal itu dapat diartikan bahwa tidak ada karya sastra yang benar-benar murni muncul dari ide yang baru yang sangat orisinal dan belum pernah ada sebelumnya.  Sebuah karya sastra lahir karena ada karya sastra sebelumnya.  Seorang pengarang tidak mungkin dapat membuat suatu karangan tanpa dipengaruhi oleh karangan sebelumnya yang pernah ia baca.

   Mengklaim seseorang sebagai plagiator memerlukan pengkajian yang mendalam dan teliti.  Dalam sastra bandngan terdapat 5 aspek yang harus diperhatikan dalam mengkaji asal usul suatu karya sastra yaitu saduran (adaptasi), terjemahan, pengaruh, tiruan (imitasi) dan jiplakan (plagiat).


    Dalam kasus plagiatnya, Hamka berkata "… kalau ada orang yang menunggu-nunggu saya akan membalas segala serangan rendah dan hinaan itu, payahlah mereka menunggu sebab saya tidak akan membalas. Yang saya tunggu sekarang adalah terbentuknya satu Panitia Kesusastraan yang bersifat ilmiah, di bawah naungan salah satu Universitas (Fakultas Sastra-nya) dan lebih baik yang dekat dari tempat kediaman saya, yaitu Universitas Indonesia.” Sebelumnya juga ia sebutkan, ”Hendaknya jangan dicampur aduk hamun- maki dengan plagiatlah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck atau sadurankah atau aslikah… Kalau Panitia tersebut memandang perlu untuk menanyai saya, saya akan bersedia memberikan keterangan."

   Pengkajian plagiarisme merupakan pengkajian yang vital dan sensitif sehingga Hamka berpendapat perlua diadakannya sebuah riset yang memang mengkaji dan mendalami lebih serius tentang berbagai asus plagiat yang terjadi di Indonesia. (Enggang)http://majasonline.com/

Sumber:
H.B. Jassin, "Chairil Anwar: Pelopor Angkatan 45", Narasi, Yogyakarta, 2013.
http://mail.jendelasastra.com/wawasan/artikel/plagiarisme-dan-kepengarangan
http://charaaw.blogspot.com/2012/06/memutus-polemik-plagiarisme.html

11 Januari 2014

Perbedaan Drama dan Teater

Januari 11, 2014 0
     Kita pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah teater dan drama. Ketika mendengar dua kata tersebut yang terlintas di benak kita adalah sebuah pertunjukan seni peran di atas panggung. Namun demikian, masih banyak di antara kita yang belum tau pasti mengenai perbedaan antara teater dan drma. Kapan sebuah pertunjukan dikatakan teater dan kapan sebuah pertunjukan dikatakan drama.

    Teater berasal dari bahasa Yunani kuno "theatron" yang berarti tempat/gedung pertunjukan.  Dalam hal ini, teater dapat diartikan sebagai sebuah tempat yang menampilkan segala jenis pertunjukan dan tidak terbatas hanya pertunjuka seni peran.  Kata drama juga bersal dari bahasa Yunani kuno "dran" yang berarti berlaku, berperan atau berakting.  Kata drama lebih menonjol dalam hal pertunjukan seni peran daripada kata teater.

   Sering berjalannya waktu, istilah teater melalui proses peresapan dari bahasa asing ke bahasa Indonesia dan kemudian mengalami pergeseran makna.  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teater memiliki tiga definisi.  Yang pertama yaitu gedung atau ruangan tempat pertunjukan film, sandiwara dan sebagainya.  Yang kedua yaitu ruangan besar dengan deretan kursi-kursi ke samping dan ke belakang untuk mengikuti kuliah atau untuk peragaan ilmiah.  Dan yang ketiga adalah pementasan drama sbg suatu seni atau profesi; seni drama; sandiwara; drama.

   Jika kita melihat definisi yang ketiga, maka kita akan menemukan titik kesamaan antara teater  dan drama.  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, drama berarti komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. 

  Kedua kata tersebut berdefinisi sama namun memiliki asal mula yang berbeda.  Teater berarti gedung (kata benda) sedangkan drama berarti pertunjukan seni peran (kata kerja).  Namun karena adanya proses peresapan bahasa dari bahasa Yunani ke bahasa Indonesia serta pergeseran makna sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada, pertunjukan teater dan pertunjukan drama menjadi dua hal yang tidak berbeda. (Enggang)

Sumber: MajasOnline.com

23 Desember 2012

WARISAN NENEK MOYANG, WARISAN JALANAN

Desember 23, 2012 0
Masih jelas dalam ingatan kita tentang perilaku negara tetangga yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kebudayaan di Indonesia.  Beberapa kebudayaan asli Indonesia seperti wayang, reog, lagu rasa sayange dan beberapa kebudayaan lain sempat diklaim oleh Malaysia.  Meskipun tak lama, hal itu cukup membangkitkan simpati dan intropeksi diri untuk rakyat Indonesia. 
Sejak saat itu, geliat mempertahankan budaya gencar dilakukan di mana-mana.  Wayang kembali di eksplorasi ceritanya.  Rating busana bernuansa batik dalam dunia fashion menanjak.  Rombongan reog kebanjiran job pentas.  Lagu rasa sayange semakin sering terdengar di CD kumpulan lagu anak-anak. 
Geliat itu merambah di berbagai kalangan di seluruh lapisan masyarakat Indonesia.  Hingga rangsangannya mulai menapaki dunia jalanan.  Satu persatu pengemis beralih profesi menjadi penari dan tukang pukul gong.  Dengan seperangkat gamelan yang tak lengkap, baju loreng-loreng lengkap dengan jarik dan blangkon serta make up seadanya lalu menari dengan gerakan yang lebih cocok diiringi dengan lagu dangdut.  Mereka pentas di panggung bang jo.  Dengan seketika, para pengemis dan gelandangan itu menjadi agen pelestarian budaya Indonesia.  Sepertinya kebanyakan dari mereka sadar betul seperti apa kondisi masyarakatnya saat ini dan mereka tak salah atas insting jalanannya.  Rakyat Indonesia saat ini amarahnya sedang tersulut, semangatnya menggebu-gebu atas nama melindungi budaya leluhur.
Para pengendara motor yang awam secara sekilas menganggap bahwa tarian yang dibawakan di lampu merah itu adalah tarian tradisional Indonesia.  Karna tingginya simpati terhadap kebudayaan, apresiasi mereka pun lumayan tinggi.  Beda sekali dengan apresiasi kepada pangamen yang menggunakan gitar.  Lalu apakah kebudayaan Indonesia itu hanya sebatas kesenian jalanan? Yang manggung ketika lampu merah menyala. Dengan peralatan seadanya.  Bahkan kebanyakan dari kita tak pernah tau tarian yang dibawakan mereka itu tarian tradisional yang berasal dari daerah mana. Rakyat Indonesia tetap lebih tertarik dengan konser grup band yang kiblatnya berada di dunia barat.  Sedangkan pertunjukan seni tradisional sebenarnya tetap tertinggal dan sedikit peminatnya. 
Lalu apakah tugas sebagai agen pelestarian budaya Indonesia tetap kita limpahkan pada orang jalanan yang tak sengaja ditonton oleh apresiator yang kebetulan melintas di lampu merah itu?  Jika demikian, pelestarian budaya tetap nol nilainya.  Karena kebanyakan penari di lampu merah itu bukan orang-orang yang terdidik dalam hal seni tradisional.  Cobalah perhatikan musik yang mereka bawakan, itu akan terdengar monoton dan selalu seperti itu sepanjang mereka pentas.  Gerakan mereka pun jika dilihat dengan teliti sebenarnya itu bukan tarian tradisional dari daerah mana pun.  Mereka hanya menari dan berjoget sebisa mereka.  Bahkan tarian mereka lebih pas jika diiringi dengan lagu dangdut dari pada diiringi dengan suara gamelan.
Tugas pelestarian budaya tradisional Indonesia sudah terlanjur kita limpahkan pada seniman jalanan seperti mereka.  Sedangkan ternyata yang mereka tampilkan bukanlah budaya tradisional yang sebenarnya.  Lalu seni tradisiolan kita akan pentas di mana? Apa di Malaysia?

19 Desember 2012

FESTIVAL PEROPAMOSA, TETAP SEMANGAT WALAU HANYA DUA SKS

Desember 19, 2012 0
Mulai tanggal 10 hingga 15 Desember 2012 ini, gedung B1 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang terlihat ramai dan temaram di setiap malamnya.
Setiap tahunnya, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia memang selalu mengadakan pementasan drama dan teater.  Pementasan ini adalah ujian akhir mata kuliah pementasan drama untuk mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan mata kuliah teater untuk mahasiswa prodi Sastra Indonesia.  Mata kuliah ini adalah mata kuliah wajib yang harus di ambil oleh mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes.
Tahun ini, panitia gabungan Pementasan Drama dan Teater Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia mengambil tema “Festival Paropamosa”,  Paropamosa adalah sebuah akronim dari Panca Rombel Pendidikan Mono Sastra.  Karna tahun ini ada lima rombel (rombongan belajar) Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia dan ada satu rombel Sastra Indonesia.

FASILITAS TIDAK MENDUKUNG
Ujian mata kuliah drama biasanya dilaksanakan di Gedung B1 ruang 106 atau yang biasa disebut ruang Laboratorium Teater Usmar Ismail.  Lighting ruangan tersebut sudah terbilang cukup tua,  banyak lampu yang harusnya diganti demi kelancaran dan kesuksesan pementasan yang juga menjadi ujian akhir semester ini.  Bukan tak pernah lighting di ruang ini tiba-tiba mati pada saat pementasan sehingga mengganggu jalannya pementasan.  Bahkan sklarnya sering konslet sehingga membahayakan pengguna ruangan.
Pendingin ruangannya pun serasa hidup segan mati tak mau.  Di musim pementasan seperti ini, penonton yang menghadiri ruang teater yang mini itu bisa jadi sangat membludak.  Belum lagi adanya beberapa mata kuliah yang mewajibkan mahasiswanya untuk menonoton pementasan tersebut.  Tak diragukan lagi dengan jumlah penonton yang banyak dan ruangan teater yang lumrahnya tertutup rapat untuk meminimalisir cahaya yang masuk di tambah dengan pendingin ruangan yang kempas-kempis, oksigen dalam ruang itu semakin lama semakin tipis, ruangan pun semakin panas.  Menonton teater serasa berendam di pemandian air hangat.

CUMA DUA SKS
Pernahkah kita melihat mahasiswa kuliah setiap malam mulai habis maghrib dan baru rampung menjelang tengah malam bahkan melewati tengah malam?  Pernahkah kuliah yang berbobot 2 SKS melebihi 2 jam pada setiap pertemuannya? 
Satuan Kredit Semester yang biasa disebut SKS dalam mata kuliah pementasan drama yang diambil oleh mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia hanya berbobot 2 SKS.  Sudah pasti hal ini membuat para mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut merasa dirugikan.  Bisa dibayangkan, dari segi waktu saja mereka harus meluangkan waktu paling tidak 2-3 kali dalam seminggu untuk latihan mempersiapkan ujian akhir, dan ini dilakukan selama satu semester.  Adakah kuliah lain yang bobotnya 2 SKS yang selalu mengadakan pertemuan sesering itu?
Dari segi tenaga, kuliah pementasan drama sudah pasti sangat menguras tenaga.  Dalam proses latihan drama ada latihan yang di sebuat oleh tubuh dan olah vokal.  Bagi mahasiswa Jurusan BSI yang jarang berolahraga, lari keliling FBS 3 kali seminggu itu sangatlah melelahkan.  Belum lagi setelah itu harus teriak-teriak untuk olah vokal yang membuat nafas makin tersengal. Ditambah lagi pembuatan properti yang sudah pasti membutuhkan tenaga ekstra.
Kemudian dari segi ekonomi.  Pementasan semacam ini tentunya mengeluarkan dana yang begitu besar.  Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia yang mengambil mata kuliah ini harus rela mengurangi sedikit uang makannya untuk iuran pementasan drama.  Biasanya tiap rombel mematok harga Rp20.000,- tiap kali pertemuan.  Bayangkan jika tiap minggu 3 kali pertemuan dan dikali selama satu semester.  Berapa banyak uang kiriman orangtua yang harus di sisihkan?
Bobot yang hanya 2 SKS untuk mata kuliah seperti ini memang tidak berimbang.  Karna yang dikorbankan tidak hanya tenaga dan pikiran, tetapi waktu dan keuangan pun ikut terkuras.  Bahkan tak jarang mata kuliah ini menjadi fokus tunggal mahasiswa yang mengambilnya sehingga menganaktirikan mata kuliah yang lainnya.
Meskipun demikian, semangat mahasiswa untuk tetap menampilkan yang terbaik tidak surut.  Bukan SKS-nya yang menentukan baik buruknya pementasan.  Tapi prosesnya.  Jika sudah berproses dengan cukup panjang dan pengorbanan yang besar, sayang rasanya jika hanya pentas alakadarnya.  Apalagi acara pementasan ini adalah acara tahunan yang selalu ditungu-tunggu oleh seluruh warga Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia baik dari kalangan mahasiswa maupun kalangan dosen.  Para penampil tak mungkin rela jika pementasan mereka jelek.

FESTIVAL PAROPAMOSA, UJIAN AKHIR SEMESTER YANG MENGHIBUR

Desember 19, 2012 0
Mulai tanggal 10 Desember hingga 15 Desember 2012 ini, gedung B1 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang terlihat ramai dan temaram di setiap malamnya.
Setiap tahunnya, Jurusan Bahsa dan Sastra Indonesia memang selalu mengadakan pementasan drama dan teater.  Pementasan ini adalah ujian akhir mata kuliah pementasan drama untuk mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan mata kuliah teater untuk mahasiswa program studi Sastra Indonesia.  Mata kuliah ini adalah mata kuliah wajib yang harus di ambil oleh mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes pada semester 5.
Tahun ini, panitia gabungan Pementasan Drama dan Teater Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia mengambil tema “Festival Paropamosa”,  Paropamosa adalah sebuah akronim dari Panca Rombel Pendidikan Mono Sastra.  Karna tahun ini ada lima rombel (rombongan belajar) Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia dan ada satu rombel Sastra Indonesia.
Eko Widianto, Ketua Himpunan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia periode 2012 yang juga sebagai pementas dalam Festival Paropamosa menuturkan bahwa pementasan tahun ini telah disiapkan dengan baik oleh panitia.  Meskipun demikian, tetap terdapat beberapa kekurangan seperti lighting yang terbilang sudah cukup “tua” sehingga sering byak pet, juga pendingin ruangan Laboratorium Teater Usmar Ismail yang mati sehingga banyaknya penonton yang hadir di ruangan itu membuat oksigen semakin tipis dan akhirnya kenyaman dalam menonton pementasan pun terganggu.  “SKS juga perlu ditambah. Agar hasil pementasan juga lebih maksimal” begitu tambahnya. 
Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang akrab di sapa dengan sebutan Pak Bi juga menuturkan hal yang serupa.  “Saya yakin mahasiswa yang mengambil mata kuliah drama dan teater entah itu para pementas, kru atau pun panitia inti sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menampilkan pementasan yang terbaik.  Namun ternyata bobot SKS untuk mahasiswa Prodi Pendidikan sangat tidak berimbang. Kalian tiap malam pergi ke kampus untuk latihan dan pulang sangat larut, namun bobot nilai kalian hanya 2 SKS.  Di kesempatan mendatang, kami dari pihak Jurusan sudah mulai mempertimbangkan hal ini dan akan ditinjau ulang.  Berdoa saja semoga tahun depan bobot SKS mata kuliah drama bisa lebih banyak sehingga sesuai dengan jerih payah yang kalian keluarkan.”
Bobot SKS mata kuliah drama untuk mahasiswa prodi pendidikan memang hanya dua SKS berbeda dengan mata kuliah teater yang di ambil oleh mahasiswa prodi sastra yang bobotnya 4 SKS.  Tapi sepertinya itu bukan halangan bagi mereka untuk tetap menampilkan sebuah pementasan yang terbaik.  Sehingga ujian untuk mata kuliah ini pun bukan lagi menjadi beban bagi mereka, namun sebuah hiburan dan sebuah klimaks dari proses yang panjang.

13 Januari 2012

ANALISIS RESEPSI SASTRA PADA CERITA RAKYAT TIMUN MAS

Januari 13, 2012 0

Oleh:
Amry Rasyadany (211409020)



A.    LATAR BELAKANG
Resepsi berasal dari bahasa latin “recipere” yang berarti menerima.  Resepsi adalah aliran dalam penelitian sastra yang semenjak tahun 60-an menggeserkan fokus dari teks sendiri (aliran egosentris atau gerakan ekonomi) kea rah pembaca.
Dalam arti luas, istilah ini diperuntukkan bagi setiap aliran dalam penelitian sastra yang mempelajari bagaimana karya-karya sastra diterima oleh pembaca.  Cara penerimaan tersebut dapat bersifat psikologis maupun sosiologis.

23 Oktober 2011

JENIS WACANA DAN JENIS TOPIK WACANA DALAM CERPEN "JENIS KELAMIN" KARYA SHANTINED

Oktober 23, 2011 0
SARI
            Arikel ini membahas tentang wacana yang berbentuk cerpen yang berjudul “Jenis Kelamin karya Shantined.  Tujuan penulisan artikel ini adalah memberitahukan cerpen “Jenis kelamin” ini termasuk wacana jenis apa dan topik wacananya termasuk topik wacana jenis apa.Cerpen ini diketahui merupakan jenis wacana tertulis menurut sarana penyampaiannya, wacana prosa menurut bentuk penyampaiannya, wacana dialog menurut peranan penutur dan mitra tuturnya, wacana narasi menurut penyampaian materinya dan wacana kompleks menurut strukturnya.  Jenis topik wacana yang terdapat dalam cerpen “Jenis Kelamin” karya Shantined ini 73,5% adalah topik persona dan 26,5% topik non persona.

ANALISIS WACANA DAN TOPIK WACANA PADA CERPN "JENIS KELAMIN" KARYA SHANTINED

Oktober 23, 2011 0
SARI
            Arikel ini membahas tentang wacana yang berbentuk cerpen yang berjudul “Jenis Kelamin karya Shantined.  Tujuan penulisan artikel ini adalah memberitahukan cerpen “Jenis kelamin” ini termasuk wacana jenis apa dan topik wacananya termasuk topik wacana jenis apa.Cerpen ini diketahui merupakan jenis wacana tertulis menurut sarana penyampaiannya, wacana prosa menurut bentuk penyampaiannya, wacana dialog menurut peranan penutur dan mitra tuturnya, wacana narasi menurut penyampaian materinya dan wacana kompleks menurut strukturnya.  Jenis topik wacana yang terdapat dalam cerpen “Jenis Kelamin” karya Shantined ini 73,5% adalah topik persona dan 26,5% topik non persona.

MENJADI PEDAGANG DI PASAR DUNIA MAYA, KENAPA TIDAK?

Oktober 23, 2011 0
             
Dunia internet bukan lagi suatu hal yang asing bagi kehidupan manusia saat ini.  Siapa pun kini bias mengakses internet dimana pun dan kapan pun.  Kehidupan di dunia maya pun beragam bentuknya, dunia maya tak lagi sebatas media informasi atau tempat oaring mencari referensi.  Dunia maya kini bisa digunakan sebagai sarana silaturahmi, mendownload video atau music, ladang bisnis bahkan menjadi diary.
Toko Buku LNTRA
Hak Cipta Isi © Amry Rasyadany. Diberdayakan oleh Blogger.