Bagi para peneliti sastra khususnya bidang sastra bandingan tentu sudah
tidak asing lagi dengan buku setebal 238 halaman karya Muhidin M.
Dahlan yang berjudul "Aku Mendakwa Hamka Plagiat.
Atau mungkin pembelaan H.B. Jassin dalam mengembalikan nama baik
Chairil Anwar sebagai Pelopor Angkatan 45 yang juga sempat dituduh
sebagai plagiator. Kasus plagiarisme kesusastraan Indonesia memang tak
ada habisnya menimbulkan polemik di setiap perbincangan sastra.
Terlebih lagi apabila plagiarisme menyeret nama sastrawan besar seperti
Buya Hamka, Chairil Anwar dan yang baru-baru ini adalah A. Fuadi yang
menulis novel "Negeri 5 Menara".
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang
lain
dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya)
sendiri, misalnya
menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan.
Sedangkan plagiarisme adalah penjiplakan yang melanggar hak cipta.
Permasalahannya adalah sejauh mana sebuah karya sastra itu dapat
dikatakan sebagai karya sastra plagiat atau jiplakan?
Buya Hamka atau Haji Abdul Malik Karim Amrullah pernah dikatakan sebagai plagiator atas novel "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck". Muhidin juga mengatakan bahwa Hamka telah menjiplak karya Mustafa al-Manfaluthi yang berjudul "Magdalaine" kedalam sebuah film berjudul "Dumu El-Hub". Dalam hal ini, H.B. Jassin mengungkapkan "Memang ada
kemiripan plot, ada pikiran- pikiran dan gagasan-gagasan yang
mengingatkan kepada "Magdalena", tetapi ada pengungkapan sendiri,
pengalaman sendiri, permasalahan sendiri. Sekiranya ada niat pada Hamka
untuk menyadur "Magdalena" Manfaluthi,
kepandaiannya melukiskan lingkungan masyarakat dan menggambarkan alam
serta manusianya, kemahirannya melukiskan seluk-beluk adat
istiadat
serta keahliannya membentangkan latar belakang sejarah masyarakat Islam
di Minangkabau, mengangkat ceritanya itu jadi ciptaan Hamka sendiri….”
H.B. Jassin juga menambahkan ”Anasir pengalaman sendiri dan
pengungkapan sendiri demikian kuat,
hingga tak dapat orang bicara tentang jiplakan, kecuali kalau tiap hasil
pengaruh mau dianggap jiplakan. Maka, adalah terlalu gegabah untuk
menuduh Hamka plagiat seperti meneriaki tukang copet di Senen.”
Selain Hamka, penyair besar Indonesia
juga pernah tersandung kasus plagiat. Beberapa puisi Chairil Anwar
dikatakatan sebagai puisi jiplakan. Di antaranya adalah puisi "Karawang
Bekasi" yang dikatakan sebagai jiplakan puisi "The Young Dead Soldier"
karya Archibald Macleish. Lagi-lagi Jassin sebagai pengamat
sastra dengan julukan Paus Sastra Indonesia ini mengungkapkan pembelaan
pada Chairil Anwar dalam bukunya yang berjudul "Chairil Anwar: Pelopor
Angkatan 45".
H.B. Jassin mengatakan "Pada hemat saya sekalipun misalnya ditemui
semua hasil-hasil Chairil Anwar plagiat, tak dapat disangkl bahwa lepas
dari soa itu, ia sebagai penerjemah, masih berjasa telah memperbarui
persajakan Indonesia sesudah perang yang nyata lain dari yang tercapai
sebelum perang. Jelas kepeloporannya dalam hal ini da yang lebih
penting lagi ialah pengakuan yag berupa pengaruh pada aktivitas
penciptaan dan pernyataan tokoh-tokoh lain dalam apa yang disebut
angkatan 45 dan penyair-prenyair yang datang kemudian. dan teranglah
bahwa kecuali menerjemahkan Chairil juga telah memberikan sajak-sajak
asli." Maksud dari kalimat "...semua hasil-hasil Chairi Anwar plagiat."
bukan berarti semata-mata puisi Chairil seluruhnya adalah jipalakan
melainkan mengacu pada ungkapan Jassin yang lainnya "Memang ada
persamaan ide dan persamaan nafas, tapi apakah gambaran Chairil Anwar
tidak seratus persen kita rasakan sebagai khas Indonesia sebagai khas
milik bangsa yang tergugah kesadarannya? Semangatnya, suasananya,
ungkapannya, berdiri dengan keistimewaannya sendiri di depan kita."
Dalam buku yang sama, Jassin menegaskan bahwa Chairil telah menulis 72
sajak asli (1 dalam bahasa Belanda), 2 sajak saduran, 11 sajak
terjemahan, 7 prosa asli (1 dalam bahasa Belanda) dan 4 prosa
terjemahan, sama sekali jadi 96 tulisan. Di sana tidak ada satupun
karya plagiat seperti yang dituduhkan banyak orang. Lalu apakah
definisi plagiat menurut Jassin berbeda dari definisi yang dianut banyak
orang?
Prof. Dr. A. Teew mengatakan, "Karya
sastra
tercipta tidak dalam kekosongan". Hal itu dapat diartikan bahwa tidak
ada karya sastra yang benar-benar murni muncul dari ide yang baru yang
sangat orisinal dan belum pernah ada sebelumnya. Sebuah karya sastra
lahir karena ada karya sastra sebelumnya. Seorang pengarang tidak
mungkin dapat membuat suatu karangan tanpa dipengaruhi oleh karangan
sebelumnya yang pernah ia baca.
Mengklaim seseorang
sebagai plagiator memerlukan pengkajian yang mendalam dan teliti. Dalam
sastra bandngan terdapat 5 aspek yang harus diperhatikan dalam mengkaji
asal usul suatu karya sastra yaitu saduran (adaptasi), terjemahan,
pengaruh, tiruan (imitasi) dan jiplakan (plagiat).
Dalam kasus plagiatnya, Hamka berkata "… kalau ada orang yang menunggu-nunggu saya akan membalas segala
serangan rendah dan hinaan itu, payahlah mereka menunggu sebab saya
tidak akan membalas. Yang saya tunggu sekarang adalah terbentuknya satu
Panitia Kesusastraan yang bersifat ilmiah, di bawah naungan salah satu
Universitas (Fakultas Sastra-nya) dan lebih baik yang dekat dari tempat
kediaman saya, yaitu Universitas Indonesia.” Sebelumnya juga ia
sebutkan, ”Hendaknya jangan dicampur aduk hamun- maki dengan plagiatlah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck atau
sadurankah atau aslikah… Kalau Panitia tersebut memandang perlu untuk
menanyai saya, saya akan bersedia memberikan keterangan."
Pengkajian plagiarisme merupakan pengkajian yang vital dan sensitif
sehingga Hamka berpendapat perlua diadakannya sebuah riset yang memang
mengkaji dan mendalami lebih serius tentang berbagai asus plagiat yang
terjadi di Indonesia. (Enggang)http://majasonline.com/
Sumber:
H.B. Jassin, "Chairil Anwar: Pelopor Angkatan 45", Narasi, Yogyakarta, 2013.
http://mail.jendelasastra.com/wawasan/artikel/plagiarisme-dan-kepengarangan
http://charaaw.blogspot.com/2012/06/memutus-polemik-plagiarisme.html
13 Januari 2014
Katanya Kau Seorang Plagiator

tentang penulis (Amry)
Saya lahir dan tumbuh remaja di kota Tanjung Redeb, Kalimantan Timur. Gemar menulis sejak sekolah dasar, dan pelan-pelan berkesenian secara suka-suka. Selain di sini, tulisan saya telah terbit dalam beberapa buku antologi bersama dan empat buku pribadi. Buku saya secara mandiri adalah Malam Spesial (kumpulan cerpen), Antara Langit dan Maratua (novel), Dampamu (kumpulan puisi), dan Kemarau di Sei Lesan (kumpulan cerpen). Karya-karya lainnya tersebar dalam berbagai media dan platform, dapat ditemui dengan kata kunci "Amry Rasyadany". Saya terbuka untuk diskusi, kolaborasi, dan terlibat dalam berbagai kegiatan seni dan sastra yang menyenangkan. Sila hubungi saya via surel arasyadany@yahoo.com.
Sastra Ilmiah
Perihal
Artikel,
Sastra,
Sastra Ilmiah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar