Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

06 Agustus 2025

Eja Aku

Agustus 06, 2025 0
Bisakah kau mengejaku?
Laki-laki yang tenggelam dalam laut bisu
Ruang gelap dipenuhi entah
Tempat semua kata runtuh menyerah
Aku adalah bait-bait rumpang
Dan semua tanda baca yang bimbang
Di tanganku tinta cita berleleran
Menghitamkan puisi di tiap lembaran
Tebal-tebal kutulis sajak
Kata-kata kaku yang enggan bergerak
Diam-diam kuselipkan jeda yang gelisah
Dalam tiap larik yang dirambati resah

Kemana kau, para pengeja?
Yang teguh mengerobok sasmita
Akankah ada, kita yang saling jumpa
Dipersuaan antara maya dan koma
Atau pada suatu persimpangan
Tempat kita bertemu dan kehilangan
Aku memburumu dalam kenangan
Satu-satunya ruang tempat kau kudapatkan
Wajah-wajah syairku adalah rona kesepian
Tubuhnya tunggul batu hilang tuan

Maka bisakah kau mengejaku?
Laki-laki yang menempel pada ujung peluru
Kata-kata melesat menerobos udara
Membentur jih, puing kalimat berdera-dera
Pada tiap butir mesiu yang meledak
Ada bakaran amarah yang berteriak
Serta aroma logam yang melayang
Di sana air mata ikut meremang
Dan dentuman rima-rima menggema
Pelan-pelan sunyi, tak ada apa-apa

Malang, 6 Agustus 2025

02 Agustus 2025

Para Binatang

Agustus 02, 2025 0
Kita ini sekumpulan binatang
Kau anjing, aku anjing
Galak, menyalak dalam ruang aman
Taring berbaris mengancam
Dari mulut kita, kata-kata najis bermuncratan

Kita ini sekumpulan binatang
Kau babi, aku babi
Kita makan sampah tiap hari
Di kubangan tai kita mandi
Tunduk pada kehendak perut
Membudak pada panggilan syahwat

Kita ini sekumpulan binatang
Kau kelinci, aku kelinci
Bermanis-manis agar dipuji
Jatuh cinta di sana-sini
Melompat lincah mencari celah
Menghilang di jeda lengah

Kita ini sekumpulan binatang
Kau kerbau, aku kerbau
Di hidung kita bersubang
Tambatan kendali mengarah
Biasa diperintah, biasa diperah
Kita tunduk pada kuasa yang entah

Kita ini sekumpulan binatang
Kau dan aku sama ayam jantan
Gampang menyala dalam gesekan
Dalam gelanggang persabungan
Kita sengit saling gigit
Kita terbang saling tendang

Kita ini sekumpulan binatang
Kau tikus aku tikus
Segala ditrabas, segala digerobok
Agar lancar laku-laku bobrok
Diam-diam hadir diam-diam mangkir
Di pengap gelap mengendap-endap

Kita ini sekumpulan binatang
Kau ular, aku pun ular
Kita pengancam paling pintar
Penzalim dengan tenang
Sekali waktu kita berburu
Sering berdiam menunggu

Kita ini sekumpulan binatang
Kau serigala, aku serigala
Lolong kita bersambut bersahutan
Menggema di bawah bundar bulan
Kita terus menyeru melawan
Doa paling panjang kita lambungkan

Kita ini si paling binatang
Yang tau benar cara bersembunyi
Yang tau benar cara mencurangi
Yang tau benar cara memuaskan diri
Yang tau benar cara mengabdi
Yang tau benar cara berkelahi
Yang tau benar cara kembali


20 Juli 2025

Sua

Agustus 02, 2025 0
Kita sama pejalan telanjang
Di desak baris luas padang
Kau tatap aku, kau kupandang
Terang, terang, di bawah surya sekilan

Di mana kepalamu?
Di sana, kudapati kepala ular, kepala babi
Apa isi kepalamu?
Mulutmu, aahh......
Menganga, lidah menjalar liar
Lendir menetes dari ketinggian gigi taring
Apa yang kau bicarakan?
Dan buncit perutmu membundar
Lambung, hati, dan ususmu bengkak membesar
Apakah makananmu?
Tangan dan kaki tiada
Kitalah mayat yang bangkit bernyawa
Melangkah kita, menyeret-menyeret wajah
"Bukankah Ia mampu menjadikannya?"

Kita ini sama si pejalan
Muda-mudi meruah satu kumpulan
Kau telanjang, aku telanjang
Kutelusuri kau, tengkukmu, dadamu, perutmu, kakimu
Hasrat dibakar bara ketakutan
Habis syahwat ditelan kehawatiran
Di depan menanti perhitungan maha dalam
Kau menghilang
Di pukul gelegar palu penghakiman
Begitu mengancam
Begitu mencekam

Surya kian besar
Kulit dipanggang jadi pancuran
Keringat deras menggenang
Di mata kaki, di pinggang
Banjir keringat setinggi kerongkongan
Kita tenggelam

Sementara siang kian nanar
Berpendar caya membakar
Makin putih ini tanah datar
Kita mengering, dada bergeletar gelepar
Kaku mengaku di persuaan akbar

10, 15, 20 Juli 2025

30 Juli 2025

Lelaki di Relung Malam

Juli 30, 2025 0
Hai kau, malam
Jangan kau sering-sering datang
Gelasmu kosong, dipenuhi renungan
Detik melambat, dibeban penantian

Di beku udara kau tebar
Kerabut resah pendebar
Sendirinya aku dan langit kamar
Kupergelap, kutawar-tawar

Sementara subuh terlambat datang
Jelang pagi meninggi mengancam
Aku bangun, berdiri, meradang
Usir takut dan gelisah mengalang
Tapi diam-diam kau peluk aku di belakang
Sambil kau buai, kau timang-timang
Hatiku rapuh, dikerikiti bimbang
Kau gadis bertudung cuaca siang
Dan sore selalu buru-buru tenggelam

Kembali datang, kau sunyi perayu
Adamu rona-rona malam sayu
Si penggoda, pemupuk bunga ragu
Lena aku pada dalamnya relungmu

Malang, 29-30 Juli 2025

08 Juli 2025

Pergi

Juli 08, 2025 0
Aku ingin pergi
Untuk apa berdebu berlumut di sini
Bagai batu-batu buncit di pinggiran kali
Hampa, berdiam diri
Aku tak punya arti

Aku ingin pergi
Ke ruang aku menjadi
Dilambung kertas puisi
Atau dijunjung bunyi-bunyi
Namaku bernyanyi
Ronaku menari
Aku hanyut di mimpi
Maka kemana lagi
Kulangkah ini kaki
Ke sudut-sudut negeri
Atau memang akan henti
?

Malang, 8 Juli 2025

16 Juni 2025

Akal Sehat

Juni 16, 2025 0
Kepalaku ribut
Pasar becek, bau amis, bawang, dan sayur busuk
Atau simpang empat tengah kota, asap knalpot, udara panas, saling rebut
Atau ruang sidang para dewan, adu pendapat, adu perut

Tapi kepalaku ribut
Kucari diriku, di tengah hingar-bingar kepalaku sendiri
Mana? Aku tiada
Kepalaku isinya orang-orang gila
Orang-orang asing, entah siapa
Omong banyak, sampai serak
Teriak, hingga matanya terbelalak
Berdesak, lidah-lidah bersilat

Aku tersesat,
Di belantara rimba lembat
Di tengah hiruk pikuk tukang debat
Aku tenggelam,
Di relung laut dalam
Di badai awang-awang
Aku menghilang,
Di mana aku mengawang
Sadarku bayang-bayang
Pada ruang alam pikiran

Penuh, kepalaku
Aku ingin istirahat
Jenuh, pikiranku
Kapan ini terlewat
Kucari aku yang sadar
Agar kudengar suara-suara yang masuk akal
Karena mereka para penjilat, berbicara di kepalaku seenak jidat
Kucari aku yang waras
Tolong aku yang hanyut di riam deras
Sehat, sehat. Akal dan hidupku selamat
Kuat, kuat. Orang-orang gila itu cuma sesaat.
Pulang, pulanglah. Kau, aku yang terang.

Malang, 16 Jun 2025

12 Juni 2025

Puisi si Burung Enggang

Juni 12, 2025 0
Aku si burung enggang
Merajai udara, melayang-layang
Kalau musuh menyerang
Aku siap menerjang
Di pagi menjelang
Sayapku melebar terbang
Di pucuk-pucuk riang
Di buah-buah matang

Aku si burung enggang
Tak takut pada terang
Meninggi caya siang
Turut aku menantang
Sampai sore dibenam
Angin antar aku pulang
Di bawah rimba menjulang
Di atas gemantung bintang

Ketika senja datang
Aku tafakur dalam sarang
Musim dan cuaca adalah kawan
Kami semua berikatan
Seluruhnya menyatu ruang
Di rimba raya yang menghidupkan
Kami lelap dilindung malam
Mimpi kami berkaitan

Aku si burung enggang
Pewaris arwah hutan
Nyawaku pohon berdahan
Jiwaku sungai riam
Jika ada yang melawan
Meribut, menghalau tenang
Merusak, menghabis senang
Ruh kami kan meredang
Rimba raya bersiap bersiaga
Tanah dan batu bersekutu
Air dan udara bergelora
Kayu dan api bersaksi
Kami lawan besi dan baja itu
Kami cabik surat-surat kosong itu
Kami bakar nyanyian para penipu
Berlesatan kami dari tiap sarang yang tumbang
Menjadi anak panah, ujung tombak, atau mata parang
Awas, kami bukan sekadar ancaman
Akan datang gelombang pembalasan

Karena aku si burung enggang
Dirahim rimba aku dieram
Kalau hutan hanya kenangan
Maka aku lah jauh terbang
Tak beda lagi pagi dan petang
Tak hirau lagi daun-buah matang
Di mana lagi aku terbilang
Siapa sadari aku menghilang

Aku si burung enggang
Puisiku kepak sayap bayang-bayang
Berlalu aku, ranting berpatahan
Berlaku aku, dipeluk pohonan

Malang, 12 Juni 2025

06 Juni 2025

Kepada Luna

Juni 06, 2025 0
Na,
Dunia ribut sekali
Tutupkan telingaku
Ciptakan ruang bisu
Kudengar suaramu
Yang merayu, yang melagu

Na,
Dunia ramai sekali
Tutupkan mataku
Bawakan bayang semu
Kutatap wajahmu
Yang teduh, yang merindu

Na,
Dunia busuk sekali
Tutupkan hidungku
Embus udara haru
Kuresapi nafasmu
Yang melenguh, yang menderu

Na,
Dunia keji sekali
Tutupkan mulutku
Sampaikan getar kelu
Kukucup senyummu
Yang merasuk, yang mencumbu

Na,
Dunia perih sekali
Tutupkan tubuhku
Berikan peluk paling kaku
Kuselami dirimu
Yang utuh, yang teguh

Malang, 6 Juni 2025

07 Mei 2025

Tari Bulan

Mei 07, 2025 0



Bulan menari
Mendiam diri
Merambat pelan-pelan
Ratu di awang-awang

Kalau aku datang ke sana
Bulan diam sedia
Kupeluk, cium, dan rasuk
Dia beku, malam jadi lapuk

Kudekap bulan
Erat dalam nyanyian
Bisu ia merupa bayang
Aku enggan mengulang

Jadi di sini kami tenggelam
Aku dan bulan terus berhadapan
Tapi dua dua sama mengeja
Sementara kata telah dilupa

Lantas apa, bulan?
Kita batu dingin berkakuan
Di layu punggung gunung Ungaran
Ataukah bunga-bunga rekah
Ataukah keranuman buah
Di antara kita membelah?

18 Desember 2024-7 Mei 2025

27 April 2025

[Subuh]

April 27, 2025 0
Langitmu gemuruh
Nafasmu membeku seluruh
Udaramu penuh
Manusia mengeruh
Dipenjara serapah sumpah, kesah keluh
Sirami kepala kami, basuh
Agar sirna debu-debu di bibir mata
Agar sirna buai rayu alam buta
Sirami hati kami, basuh
Agar mati api iri dengki
Agar mati benalu dalam diri

Malang, 27 April 2025

22 April 2025

[Puisiku]

April 22, 2025 0
Puisiku tak kemana-mana
Menumpuk-numpuk dalam kepala/
      di atas meja
Mendebu ia
Diam-diam simpan rahsia

Puisiku geming, kata-kata gamang
Ia beku seperti batu karang
Bertapa dalam perut lautan
Tiap larik berbaring, menjelajah ruang

Malang, 22 April 2025

06 April 2025

[Kematian Itu]

April 06, 2025 0
Sungguh
Kematian itu makhluk suka-suka
Suatu ketika dia terasa akan tiba
Tapi rupanya hidup terus ada
Suatu ketika yang lain, dia seakan masih lama
Tapi tiba-tiba datang tanpa aba-aba

Semarang, 6 April 2025

24 Maret 2025

Tentang Babi

Maret 24, 2025 0


Terus kenapa?
Kalau ada kepala babi di atas meja kerja kita
Apa tiba-tiba kita kaya raya?
Tanah dan air jadi lebih murah dan mudah untuk dipunya?
Rupanya kita tetap jadi budak
Di atas bumi tempat lahir dan berpijak

Terus kenapa?
Kalau ada kepala babi di genggaman tangan kita
Apa udara jadi penuh dengan warta gembira?
Manusia jadi bina-membina?
Lihat, sampah sudah menumpuk hingga tulang leher
Loteng-loteng jadi sarang tikus-tikus teler

Terus kenapa?
Kalau ada kepala babi bersembunyi di balik tudung nasi
Kitakan biasa makan babi tiap hari?
Nasi babi, telur babi, sayur babi,
Babi organik dari kebun yang tak dimiliki petani
Hingga babi instan tiga ribuan yang nirgizi

Terus kenapa?
Kalau bingkisan kepala babi dikirim pada kita
Barangkali itu sekadar parsel hari raya
Sama, seperti kantor-kantor dan ruang rapat mereka
Yang juga penuh kepala babi tukang foya-foya
Menari babi, menggoyang istana

Malang, 24 Maret 2025

18 Maret 2025

Daripada Penyair

Maret 18, 2025 0


Daripada jadi penyair
Lebih baik jadi koruptir
Diam-diam saja sambil pura-pura
Sibuk kerja, sibuk jerih paya
Tau pasti, kantong penuh harta

Daripada jadi penyair
Lebih baik jadi koruptir
Istri lengket makin cinta
Disanjung dibangga keluarga
Anak-anak jadi pembela

Daripada jadi penyair
Lebih baik jadi koruptir
Jangan takut ditangkap kapeka
Jangan takut dipenjara
Buinya cuma kamar bintang lima

Daripada jadi penyair
Lebih baik jadi koruptir
Dikenal orang dipandang-pandang
Nama kita cetak tebal dalam berita
Wajah kita kian tebal di layar kaca

Daripada jadi penyair
Lebih baik jadi koruptir
Jangan peduli didemo mahasiswa
Mereka cuma menang gaya
Diam juga kalau sudah pegang uangnya

Daripada jadi penyair
Lebih baik jadi koruptir
Tiap hari derma depan kamera
Rumah megah saingi istana
Makan malam nasi kucing harga empat ratus juta

Daripada jadi penyair
Lebih baik jadi koruptir
Cari inspirasi di Cina atau Amerika
Naik sepeda keliling eropa, main air di Antartika
Pinjam roket Rusia, gendong gajah Afrika

Daripada jadi penyair
Lebih baik jadi koruptir
Pikiran sibuk isinya uang
Omong kosong bunyinya uang
Tulis buku terbitnya uang

Daripada jadi koruptir
Lebih baik jadi penyair
Kaya kata-kata tak ada yang baca
Tak bisa makan masih bisa suka-suka
Barangkali matinya masuk surga

Malang, 18 Maret 2025

11 Maret 2025

[Sesal]

Maret 11, 2025 0
Belakangan makin sering ia datang
Memeluk punda, mengutuk dalam bisikan
Di tangannya bungkusan kembang
Dengan kelopak biru muda, sejarah yang muram

Tujuh tahun terbilang
Bangku sekolah yang aku buang-buang
Citaku ingin belajar hingga kenyang
Yang kudapat cuma kekosongan
Ke Jakarta kukejar
Yang dikata orang berpijar
Kucampakan, kutinggal
Citaku menyusul asal
Tapi tetap gagal

Sekarang tinggal sendiri
Berkawan sesal sejati
Makin sering ia kemari
Makin lekas usaikan puisi

Malang, 11 Maret 2025

10 Maret 2025

[Hidup yang Dibanggakan]

Maret 10, 2025 0
Para pemabuk membangga-banggakan ketelerannya
Para pengomong membangga-banggakan kebodohannya
Para penjilat membangga-banggakan air liurnya
Para maling membangga-banggakan pencuriannya
Para pendusta membangga-banggakan kebohongannya
Para pembunuh membangga-banggakan kekejiannya
Para pemerkosa membangga-banggakan kemaluannya
Para pezina membangga-banggakan pelacurannya
Para perusak membangga-banggakan kehancurannya
Para kepala membangga-banggakan kebusukannya
Para penjahat membangga-banggakan kebejatannya
Para anjing membangga-banggaka majikannya
Para babi membangga-banggakan kotorannya
Para pendosa membangga-banggakan nerakanya

Malang 10 Maret 2025

Keluh

Maret 10, 2025 0


Segah
Airmu sunyi
Lihai menyelinap di sela-sela ketinting
   dan tongkang batu bara
   dan limbah kaki lima
   dan kayu gelondongan yang ditebang diam-diam
Apa yang orang-orang cari di hulu
Pada silam yang menderu
Atau apa yang dikejar di muara
Pada gairah yang membara

Mimpiku kecil, Segah
Tak pernah membayangkan apa yang mewah-mewah
Tapi tetap payah
Tetap berujung pada entah
Padahal cita-citaku cuma ingin jadi debu
Di batu-batu pinggir sungai bernama hasrat nusia
Sekali hujan tiba, lenyap ia

Segah,
Airmu sunyi
Seperti malam
Seperti bulan yang diam
Tapi aku di sini
Menerka-nerka arti
Aku tenggelam
Muka sungai bisu berkilapan

Malang, 9-10 Maret 2025

03 Maret 2025

Si Batu Sunyi

Maret 03, 2025 0


Kalau aku mati
Berapa lama lagi
Namaku akan diamini
Menyala di atas telapak para pendoa
Merekah di ketinggian ayat Fatihah

Sudah cukupkah puisi
Bawa aku pada abadi
Terasa belum lagi
Tapi datangnya pasti
Nisanku si batu sunyi
Dikawan lalang atau duri
Di bawah itu aku menjadi
Dibaring, dihakimi
Aku sendiri

Tapi puisiku
Akankah selamanya beku?
Sedang bumi memanas
Manusia lebih mengeras
Terbanglah terbang
Kalian kertas-kertas usang
Kalau aku tulis petuah
Jadilah barisan pepatah
Kalau aku tulis amarah
Jadilah teduh penadah
Kalau aku tulis peringatan
Jadilah bara ancaman
Kalau aku tulis kenangan
Jadilah bayang-bayang
Kalau aku tulis rindu
Jadilah ruang temu
Kalau aku tulis perayu
Jadilah lantang penyeru
Kalau aku tulis parau
Jadilah retak kemarau
Kalau aku tulis igau
Jadilah sepenuh engkau
Sepanjang apa jalan kata-kata
Sejauh mana aku kan terbaca
Selama apa namaku dieja

Barangkali si batu sunyi
Tak perlu lama sendiri
Dikawaninya batu kali
Peramu jalan-jalan raya
Atau penopang menara
Kecuali aku, yang dilupa

Malang, 4 Maret 2025

Dalam Pusaran

Maret 03, 2025 0


Kau yang tenggelam
Jauh dalam pusaran
Dalam kata-kata bianglala
Rima-rima tanda tanya
Bagaimana kau bertahan
Mendekam...
Sajak-sajak gelap mencekap
Dari setiap lubang jendela yang lembab
Puisi-puisi sangsi datang berlerap
Setiap saat siaga menerkap
Padamu yang pelak
Diam... Diam... Tak bergerak
Sedang namamu menua
Melayang-layang, dibuai pusaran lama
Apa yang kau mau?
Keluar dari situ?
Pegang tanganku, pergilah jauh
Pada lautan paling asing
Pada gunung paling bisu
Atau selamanya begitu?
Cayamu nyala diburu
Sunyimu abadi membeku
Menjebak kau dalam siul bunyi
Dalam lagu dan hayal menari
Menunggu kau, bila menjadi

Malang, 3 Maret 2025


02 Maret 2025

[belum berjudul]

Maret 02, 2025 0
Aku ingin punya tanah
Tak perlu luas, kecil saja
Tempat aku bertanam dan berumah
Tapi aku pendosa tengah-tengah
Tanah dan rumah untuk para durjana
Atau para pendosa kelas bawah

Akankah aku bertinggal
Di satu-satunya tempat aku dapat tinggal?
Ataukah aku akan terusir
Ke tempat paling tersingkir
Adalah ketiadaan
Segala yang menemani pelarian

Malang, 2 Maret 2025

Toko Buku LNTRA
Hak Cipta Isi © Amry Rasyadany. Diberdayakan oleh Blogger.