19 Desember 2012

FESTIVAL PEROPAMOSA, TETAP SEMANGAT WALAU HANYA DUA SKS

Mulai tanggal 10 hingga 15 Desember 2012 ini, gedung B1 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang terlihat ramai dan temaram di setiap malamnya.
Setiap tahunnya, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia memang selalu mengadakan pementasan drama dan teater.  Pementasan ini adalah ujian akhir mata kuliah pementasan drama untuk mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan mata kuliah teater untuk mahasiswa prodi Sastra Indonesia.  Mata kuliah ini adalah mata kuliah wajib yang harus di ambil oleh mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes.
Tahun ini, panitia gabungan Pementasan Drama dan Teater Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia mengambil tema “Festival Paropamosa”,  Paropamosa adalah sebuah akronim dari Panca Rombel Pendidikan Mono Sastra.  Karna tahun ini ada lima rombel (rombongan belajar) Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia dan ada satu rombel Sastra Indonesia.

FASILITAS TIDAK MENDUKUNG
Ujian mata kuliah drama biasanya dilaksanakan di Gedung B1 ruang 106 atau yang biasa disebut ruang Laboratorium Teater Usmar Ismail.  Lighting ruangan tersebut sudah terbilang cukup tua,  banyak lampu yang harusnya diganti demi kelancaran dan kesuksesan pementasan yang juga menjadi ujian akhir semester ini.  Bukan tak pernah lighting di ruang ini tiba-tiba mati pada saat pementasan sehingga mengganggu jalannya pementasan.  Bahkan sklarnya sering konslet sehingga membahayakan pengguna ruangan.
Pendingin ruangannya pun serasa hidup segan mati tak mau.  Di musim pementasan seperti ini, penonton yang menghadiri ruang teater yang mini itu bisa jadi sangat membludak.  Belum lagi adanya beberapa mata kuliah yang mewajibkan mahasiswanya untuk menonoton pementasan tersebut.  Tak diragukan lagi dengan jumlah penonton yang banyak dan ruangan teater yang lumrahnya tertutup rapat untuk meminimalisir cahaya yang masuk di tambah dengan pendingin ruangan yang kempas-kempis, oksigen dalam ruang itu semakin lama semakin tipis, ruangan pun semakin panas.  Menonton teater serasa berendam di pemandian air hangat.

CUMA DUA SKS
Pernahkah kita melihat mahasiswa kuliah setiap malam mulai habis maghrib dan baru rampung menjelang tengah malam bahkan melewati tengah malam?  Pernahkah kuliah yang berbobot 2 SKS melebihi 2 jam pada setiap pertemuannya? 
Satuan Kredit Semester yang biasa disebut SKS dalam mata kuliah pementasan drama yang diambil oleh mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia hanya berbobot 2 SKS.  Sudah pasti hal ini membuat para mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut merasa dirugikan.  Bisa dibayangkan, dari segi waktu saja mereka harus meluangkan waktu paling tidak 2-3 kali dalam seminggu untuk latihan mempersiapkan ujian akhir, dan ini dilakukan selama satu semester.  Adakah kuliah lain yang bobotnya 2 SKS yang selalu mengadakan pertemuan sesering itu?
Dari segi tenaga, kuliah pementasan drama sudah pasti sangat menguras tenaga.  Dalam proses latihan drama ada latihan yang di sebuat oleh tubuh dan olah vokal.  Bagi mahasiswa Jurusan BSI yang jarang berolahraga, lari keliling FBS 3 kali seminggu itu sangatlah melelahkan.  Belum lagi setelah itu harus teriak-teriak untuk olah vokal yang membuat nafas makin tersengal. Ditambah lagi pembuatan properti yang sudah pasti membutuhkan tenaga ekstra.
Kemudian dari segi ekonomi.  Pementasan semacam ini tentunya mengeluarkan dana yang begitu besar.  Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia yang mengambil mata kuliah ini harus rela mengurangi sedikit uang makannya untuk iuran pementasan drama.  Biasanya tiap rombel mematok harga Rp20.000,- tiap kali pertemuan.  Bayangkan jika tiap minggu 3 kali pertemuan dan dikali selama satu semester.  Berapa banyak uang kiriman orangtua yang harus di sisihkan?
Bobot yang hanya 2 SKS untuk mata kuliah seperti ini memang tidak berimbang.  Karna yang dikorbankan tidak hanya tenaga dan pikiran, tetapi waktu dan keuangan pun ikut terkuras.  Bahkan tak jarang mata kuliah ini menjadi fokus tunggal mahasiswa yang mengambilnya sehingga menganaktirikan mata kuliah yang lainnya.
Meskipun demikian, semangat mahasiswa untuk tetap menampilkan yang terbaik tidak surut.  Bukan SKS-nya yang menentukan baik buruknya pementasan.  Tapi prosesnya.  Jika sudah berproses dengan cukup panjang dan pengorbanan yang besar, sayang rasanya jika hanya pentas alakadarnya.  Apalagi acara pementasan ini adalah acara tahunan yang selalu ditungu-tunggu oleh seluruh warga Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia baik dari kalangan mahasiswa maupun kalangan dosen.  Para penampil tak mungkin rela jika pementasan mereka jelek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Toko Buku LNTRA
Hak Cipta Isi © Amry Rasyadany. Diberdayakan oleh Blogger.