10 Maret 2025

[Hidup yang Dibanggakan]

Maret 10, 2025 0
Para pemabuk membangga-banggakan ketelerannya
Para pengomong membangga-banggakan kebodohannya
Para penjilat membangga-banggakan air liurnya
Para maling membangga-banggakan pencuriannya
Para pendusta membangga-banggakan kebohongannya
Para pembunuh membangga-banggakan kekejiannya
Para pemerkosa membangga-banggakan kemaluannya
Para pezina membangga-banggakan pelacurannya
Para perusak membangga-banggakan kehancurannya
Para kepala membangga-banggakan kebusukannya
Para penjahat membangga-banggakan kebejatannya
Para anjing membangga-banggaka majikannya
Para babi membangga-banggakan kotorannya
Para pendosa membangga-banggakan nerakanya

Malang 10 Maret 2025

Keluh

Maret 10, 2025 0


Segah
Airmu sunyi
Lihai menyelinap di sela-sela ketinting
   dan tongkang batu bara
   dan limbah kaki lima
   dan kayu gelondongan yang ditebang diam-diam
Apa yang orang-orang cari di hulu
Pada silam yang menderu
Atau apa yang dikejar di muara
Pada gairah yang membara

Mimpiku kecil, Segah
Tak pernah membayangkan apa yang mewah-mewah
Tapi tetap payah
Tetap berujung pada entah
Padahal cita-citaku cuma ingin jadi debu
Di batu-batu pinggir sungai bernama hasrat nusia
Sekali hujan tiba, lenyap ia

Segah,
Airmu sunyi
Seperti malam
Seperti bulan yang diam
Tapi aku di sini
Menerka-nerka arti
Aku tenggelam
Muka sungai bisu berkilapan

Malang, 9-10 Maret 2025

06 Maret 2025

Catatan 6 Maret 2025

Maret 06, 2025 0


Tak tahu kenapa, Ramadan kerap dipenuhi kekhawatiran. Isi kepalaku penuh dengan isi kepala orang lain. Penuh duga-duga, curiga, terka menerka, bahan tawa. Padahal malam-malam Ramadan adalah malam paling tenang. Tapi otakku meledak-ledak, hingar bingar, pesta pora asing.
Kucoba turut nasihat orang-orang alim:banyak-banyak sujud, banyak-banyak mengaji, banyak-banyak muhasabah diri. Semakin dimuhasabah, semakin aku sangsi. Kutemukan busuk-busuk yang ahli sembunyi di balik telingaku, di bawah lidahku, di ujung bulu mataku, di relung dadaku, di hanyut darahku, di alam pikirku, di tapak kaki dan tanganku, atau di gendonganku.
"Rupanya aku yang pendosa. Rupanya aku yang pendusta. Rupanya aku tukang khianat. Rupanya aku tukang maksiat. Rupanya hatiku yang keruh.
Rupanya pikiranku yang kumuh."
Lalu semua mandeg, henti di titik itu. Seperti kereta api kecepatan penuh membentur dinding tebing. Hancur, jadi puing. Bagaimana memperbaikinya? Bagaimana memulihkannya?
Apalagi aku adalah pengecut, minta maaf paling takut. Karena aku adalah luka besar yang tak pernah sembuh, kalau aku datang, luka pasti akan meradang.
Jadi apa? Aku cuma lelaki penganggur yang bukan apa-apa. Jadi benalu bagi pohon-pohon besar dalam rimba. Kalau bukan demi Nduk, maka untuk apa...

03 Maret 2025

Si Batu Sunyi

Maret 03, 2025 0


Kalau aku mati
Berapa lama lagi
Namaku akan diamini
Menyala di atas telapak para pendoa
Merekah di ketinggian ayat Fatihah

Sudah cukupkah puisi
Bawa aku pada abadi
Terasa belum lagi
Tapi datangnya pasti
Nisanku si batu sunyi
Dikawan lalang atau duri
Di bawah itu aku menjadi
Dibaring, dihakimi
Aku sendiri

Tapi puisiku
Akankah selamanya beku?
Sedang bumi memanas
Manusia lebih mengeras
Terbanglah terbang
Kalian kertas-kertas usang
Kalau aku tulis petuah
Jadilah barisan pepatah
Kalau aku tulis amarah
Jadilah teduh penadah
Kalau aku tulis peringatan
Jadilah bara ancaman
Kalau aku tulis kenangan
Jadilah bayang-bayang
Kalau aku tulis rindu
Jadilah ruang temu
Kalau aku tulis perayu
Jadilah lantang penyeru
Kalau aku tulis parau
Jadilah retak kemarau
Kalau aku tulis igau
Jadilah sepenuh engkau
Sepanjang apa jalan kata-kata
Sejauh mana aku kan terbaca
Selama apa namaku dieja

Barangkali si batu sunyi
Tak perlu lama sendiri
Dikawaninya batu kali
Peramu jalan-jalan raya
Atau penopang menara
Kecuali aku, yang dilupa

Malang, 4 Maret 2025

Dalam Pusaran

Maret 03, 2025 0


Kau yang tenggelam
Jauh dalam pusaran
Dalam kata-kata bianglala
Rima-rima tanda tanya
Bagaimana kau bertahan
Mendekam...
Sajak-sajak gelap mencekap
Dari setiap lubang jendela yang lembab
Puisi-puisi sangsi datang berlerap
Setiap saat siaga menerkap
Padamu yang pelak
Diam... Diam... Tak bergerak
Sedang namamu menua
Melayang-layang, dibuai pusaran lama
Apa yang kau mau?
Keluar dari situ?
Pegang tanganku, pergilah jauh
Pada lautan paling asing
Pada gunung paling bisu
Atau selamanya begitu?
Cayamu nyala diburu
Sunyimu abadi membeku
Menjebak kau dalam siul bunyi
Dalam lagu dan hayal menari
Menunggu kau, bila menjadi

Malang, 3 Maret 2025


02 Maret 2025

[belum berjudul]

Maret 02, 2025 0
Aku ingin punya tanah
Tak perlu luas, kecil saja
Tempat aku bertanam dan berumah
Tapi aku pendosa tengah-tengah
Tanah dan rumah untuk para durjana
Atau para pendosa kelas bawah

Akankah aku bertinggal
Di satu-satunya tempat aku dapat tinggal?
Ataukah aku akan terusir
Ke tempat paling tersingkir
Adalah ketiadaan
Segala yang menemani pelarian

Malang, 2 Maret 2025

Toko Buku LNTRA
Hak Cipta Isi © Amry Rasyadany. Diberdayakan oleh Blogger.